Rabu, 17 April 2024
Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta : Rabu, 21 Agustus 2019 | 17:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Tak hanya di dunia ilmiah saja Donald Trump menuai kontroversi, di dunia teknologi ia juga tak kalah populer. Pada hari Selasa (19/08/2019) Donald Trump menimbulkan kehebohan di Twitter setelah ia ingin agar Google dituntut.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengklaim bahwa Google memanipulasi suara dalam Pemilu AS 2016.

Ia juga percaya bahwa kemenangan yang diperolehnya sebenarnya bisa lebih besar lagi.

Disambut dengan suka cita oleh ratusan ribu pendukungnya, ia mencuitkan ," Wow laporan baru saja keluar! Google memanipulasi 2,6 juta hingga 16 juta suara untuk Hillary Clinton pada Pemilu 2016! Ini dikeluarkan oleh pendukung Clinton, bukan Pendukung Trump! Google harus dituntut. Kemenangan saya bahkan lebih besar dari yang diperkirakan!"

Cuitan tersebut langsung dibantah dengan tegas oleh Hillary Clinton dan mengatakan sampel penelitian terlalu sedikit jika dijadikan sebuah kesimpulan.

Cuitan Donald Trump yang menyatakan bahwa Google seharusnya dituntut. (Twitter/ realDonaldTrump)

Penelitian yang dimaksud kemungkinan merujuk pada penelitian milik Robert Epstein, peneliti psikologi yang bekerja pada American Institute for Behavioral Research and Technology.

Ia pernah memberikan kesaksian di hadapan Senate Judiciary Committee pada bulan Juni 2019 bahwa "hasil pencarian yang bias oleh mesin pencari Google memengaruhi peserta pemilu yang belum menentukan pilihan dengan cara memberikan setidaknya 2,6 juta suara kepada Hillary Clinton (yang saya dukung)".

Dikutip dari CNBC, tentang klaim Eipstein, juru bicara Google juga sudah memberikan pernyataan balasan.

Cuitan pembelaan dari Hillary Clinton. (Twitter/ HillaryClinton)

"Klaim tidak akurat peneliti ini (Robert Epstein) telah dibantah sejak dibuat pada tahun 2016. seperti yang kami nyatakan pada saat itu, kami tidak pernah memeringkat (reranking) atau mengubah hasil pencarian untuk memanipulasi sentimen politik. Tujuan kami adalah untuk memberi orang akses ke informasi berkualitas tinggi dan relevan untuk pertanyaan mereka, tanpa memandang sudut pandang politik," tulis perwakilan Google dalam pernyataan resminya.

Cuitan Trump tersebut juga merujuk pada dokumen yang bocor ke grup konservatif, Project Veritas.

Ilustrasi logo Google. (Pixabay/ Hebi B.)

Kebocoran itu memberi amunisi kepada anggota parlemen konservatif seperti Senator Ted Cruz.

Ia menuduh perusahaan teknologi termasuk Google menekan suara konservatif melalui algoritma yang bias.

Atas kehebohan di Twitter dan perang cuitan antara Donald Trump dan Hillary Clinton, tampaknya Pemilu AS 2020 akan semakin panas.

BACA SELANJUTNYA

Android 14 Beta 3 Akhirnya Meluncur, Bawa Perubahan Apa Saja?