Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Produk plastik dengan tulisan BPA Free atau bebas BPA tak selalu memberikan rasa aman bagi kesehatan manusia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa plastik BPA Free berbahaya bagi kesehatan setelah mengujinya pada objek tikus.
Studi penelitian ini telah diterbitkan pada hari Kamis kemarin (13/09/18) di Current Biology. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa bahan kimia yang digunakan untuk menggantikan BPA dalam plastik masih bisa bocor keluar.
Bahan kimia itu bisa bocor dan mempengaruhi sperma dan sel telur dari tikus jantan dan tikus betina. Ilmuwan juga mengatakan bahwa efek yang sama bisa terjadi pada manusia.
Bisphenol A, atau BPA, adalah bahan kimia yang biasa digunakan untuk membuat plastik polikarbonat dan resin epoksi. Plastik putih bening ini sering digunakan dalam kemasan makanan dan minuman serta berbagai peralatan medis.
Baca Juga
Resin digunakan untuk melapisi produk-produk logam seperti makanan kaleng.
Dikutip dari Gizmodo, ketika produk-produk ini mengalami degradasi atau kerusakan (misalnya dipanaskan berulang kali dalam microwave), mereka dapat mengeluarkan BPA dan membuat manusia terekspos BPA.
Akibatnya, diperkirakan 93 persen orang Amerika memiliki tingkat BPA di dalam tubuh mereka.
BPA secara khusus telah diimplikasikan sebagai kemungkinan penyebab deformitas genital pada pria, pubertas dini pada wanita, serta gangguan tumbuh kembang pada usia muda.
Selain itu, BPA juga berkontribusi menyebabkan gangguan metabolisme seperti obesitas dan kanker jenis tertentu.
Setelah itu, banyak produsen plastik mulai menjauhi BPA satu demi satu. Namun tak berhenti disitu, bahan pengganti BPA secara tak sengaja ditemukan oleh ilmuwan dan ternyata mengandung efek berbahaya.
Mereka menemukan bahwa objek tikus pada laboratorium mengalami masalah reproduksi. Setelah diteliti ternyata tikus-tikus itu terpapar dari bahan yang terbuat dari polysulfone (pengganti polikarbonat/ BPA free).
Para ilmuwan melihat residu berwarna putih di beberapa kandang yang menandakan kandang tikus telah rusak. Bahan kimia plastik ikut mengontaminasi pencernaan tikus sehingga tikus tidak sehat.
Mereka kemudian melakukan eksperimen dengan menempatkan beberapa tikus ke kandang yang berbeda.
Beberapa tikus ditempatkan di kandang yang terkontaminasi BPA, dan kawanan tikus lainnya ditempatkan dengan kandang yang terkontaminasi dengan BPS dosis rendah (pengganti BPA/ BPA Free).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek yang diterima oleh tikus dengan kontaminasi BPS hampir sama dengan efek yang terjadi dengan tikus yang terkontaminasi oleh BPA.
Patricia Hunt, seorang peneliti dari Center for Reproductive Biology Washington State University mengungkapkan bahwa konsumen sering menganggap bahwa BPA Free memberikan rasa aman kepada mereka.
Dia menambahkan bahwa asumsi tersebut sebenarnya salah berdasarkan penelitian itu.
Hal yang lebih berbahaya adalah efek BPS (pengganti BPA) ternyata dapat diwariskan. Tikus jantan (terpapar BPS) dan membuahi tikus betina menghasilkan anak tikus yang juga mengalami masalah reproduksi.
Generasi kedua tikus mewarisi masalah yang dialami oleh tikus jantan yang terpapar BPS.
Hanya generasi ketiga dan keempat tikus yang sehat dan tidak mempunyai masalah reproduksi.
Namun badan regulasi resmi pemerintah AS seperti FDA (Food and Drug Administration) menyebutkan bahwa tingkat paparan BPA dalam makanan saat ini bukan masalah karena masih dalam batas ''aman''.
FDA juga menjelaskan bahwa manusia memetabolisme BPA lebih cepat daripada tikus sehingga dapat menumpulkan toksik.
Namun Hunt kembali menyanggahnya dan berkata BPA tak mempunyai efek ''linear''.
âAnda mungkin mengharapkan respons linear (semakin banyak dosis yang Anda berikan, semakin buruk itu). Tetapi jenis-jenis bahan kimia ini tidak berperilaku seperti itu. Mereka berperilaku seperti hormon atau beberapa obat yang kita ambil, di mana sedikit saja dapat memberi efek yang kuat,'' kata Hunt.
Hunt juga menjelaskan bahwa penelitian mengenai plastik BPA free dapat menggugah lebih banyak orang agar menemukan bahan kimia lain untuk memproduksi plastik.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
-
Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
-
Ariel NOAH Asyik Manggung Sambil Bawa Es Teh di Plastik, Netizen: Pesonanya Gak Pernah Hilang
-
Ilmuwan Temukan Mikroba di Kutub yang Bisa Urai Plastik
-
Ilmuwan Ungkap Ada Samudra di Bawah Permukaan Satelitnya Uranus, Ada Makhluk Hidup?
-
Ilmuwan Ungkap Struktur Inti Bulan, Hasilnya Mengejutkan
-
Siapa Ibnu Al Haitam? Ternyata Kontribusinya di Bidang Optik Bikin Tercengang
-
Ilmuwan Ungkap bahwa Tikus di New York Mulai Bisa Terjangkit Covid
-
Virus dari Permafrost Siberia Masih Bisa Hidup Lagi dan Berbahaya bagi Manusia
-
Ilmuwan Australia Hasilkan Listrik dari Udara, Ini Resep Rahasianya