Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Perubahan iklim merupakan sebuah isu yang biasanya sangat mengerikan ketika kita mendengar mengenai akibatnya. Namun, perubahan iklim justru membuat gurun terkering di dunia menjadi sebuah pemandangan yang indah.
Sebuah gurun Atacama di Chili terkenal sebagai padang pasir paling kering di Bumi.
Namun ketika gurun yang sangat tandus ini terkena efek perubahan iklim dan terkena hujan ''dadakan'', gurun ini bisa menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Menurut penelitian dan laporan yang dilakukan oleh Weather Channel, fenomena ini dimulai sejak Maret 2015.
Baca Juga
Pada bulan itu, gurun Atacama yang biasanya tidak terkena air langsung diguyur hujan di atas rata-rata.
Menurut peneliti, fenomena di gurun Atacama kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim.
Penduduk Atacama juga merasakan dampak positif karena sejak saat itu, lebih dari 20 ribu turis akan mengunjungi gurun Atacama setiap tahunnya.
Dalam penelitian sebelumnya, Atacama hanya mendapat 0,6 inci (15 milimeter) curah hujan per tahun.
Beberapa tempat sekitarnya seperti Arica, bahkan hanya mengalami 0,04 inci dan 0,12 inci (1 dan 2 milimeter) curah hujan per tahun.
Sejak 2015, perubahan signifikan terjadi di wilayah gurun terkering di dunia, Atacama.
Wilayah itu langsung diguyur curah hujan setebal 0,9 inci (23 milimeter) dalam satu waktu saja.
Dikutip dari Livescience, itu berarti setara dengan curah hujan selama tujuh tahun.
Biji bunga yang terbengkalai selama bertahun-tahun di wilayah itu langsung menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Curah hujan yang meningkat sejak 3 tahun yang lalu mengubah gurun Atacama menjadi sungai lumpur.
Hasilnya sangat menakjubkan, tanah itu menjadi tanah yang subur seketika. Terdapat ''karpet'' berwarna ungu yang mendominasi wilayah itu.
Namun warna seperti merah jambu, oranye, dan kuning juga bisa muncul di gurun Atacama.
Perubahan iklim yang terjadi pada gurun terkering di dunia memang terlihat indah, namun sebenarnya efek yang lebih buruk bisa terjadi di tempat lain.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Tips Setting Manual Kamera DSLR untuk Memotret Pemandangan
-
Hari Bumi 2023, Google Doodle Ingatkan Perubahan Iklim
-
Malah Jadi Tempat Wisata, Rumah dengan Pemandangan Surga Ini Mulai Dipadati Pengunjung
-
Bangun Infrastruktur Rendah Karbon, Huawei Masuk Daftar A CDP
-
BRIN: 2 Faktor Penyebab Cuaca Ekstrem Makin Sering di Indonesia
-
Ilmuwan Ungkap Pelelehan Es di Greenland Kian Cepat, Perubahan Iklim Bikin Khawatir
-
PBB Ungkap Potensi Mematikan dari Gelombang Panas yang akan Datang, Bikin Ngeri
-
Manfaatkan Teknologi, Fairatmos Sasar Demokratisasi Akses Pasar Karbon
-
Panas Ekstrem Diprediksi Bakal Terjadi 3 Kali Lebih Sering, Berbahaya?
-
BMKG: Suhu Perkotaan Indonesia Bakal Naik 3 Derajat Celcius pada Akhir Abad 21