Rabu, 24 April 2024
Agung Pratnyawan | Amelia Prisilia : Senin, 14 Januari 2019 | 14:15 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Gunung Agung yang terdapat di Kabupaten Karangasem, Bali beberapa kali memang mengejutkan warga sekitar dengan terjadinya erupsi. Belum lama ini, peneliti NASA menemukan bahwa letusan Gunung Agung rupanya mampu selamatkan Bumi dari perubahan iklim.

Dalam laporan terakhir disebutkan bahwa Gunung Agung meletus pada hari Kamis (10/01/2019) lalu.

Hasil rekaman Pos Pemantauan Gunung Api Agung di Desa Rendang mencatat amplitudo letusan tersebut hingga 22 mm dengan durasi sekitar empat menit.

Letusan ini tentu membuat banyak orang terkhusus penduduk Bali menjadi was-was. Namun, NASA punya pendapat lain.

Dilansir dari Express.co.uk, para peneliti NASA menyebutkan bahwa letusan Gunung Agung ini mampu selamatkan dunia dari perubahan iklim yang saat ini mengancam Bumi.

Dalam penelitiannya mengenai peristiwa alam ini, NASA menemukan bahwa bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer rupanya mampu digunakan untuk melawan perubahan iklim yang terjadi.

Setelah bangun dari tidur dan cukup aktif meletus sejak tahun 2018 lalu, Gunung Agung terus menyemburkan uap dan gas ke atmosfer.

Letusan Gunung Agung. (Sutopo/BNPB)

Memang tidak jauh berbeda dengan beberapa gunung api lainnya, namun letusan yang Gunung Agung hasilkan rupanya memiliki keunikan tersendiri hingga membuat para peneliti begitu tertarik untuk meneliti lebih jauh.

Pada dasarnya, saat gunung api mengalami letusan yang besar, akan terjadi musim dingin vulkanik yang membuat perubahan iklim drastis.

Contohnya, pada tahun 1815 saat Gunung Tambora meletus, terjadi musim dingin sepanjang tahun. Albany hingga New York bahkan mengalami musim salju selama setahun hingga kelaparan terjadi di banyak tempat karena kerusakan tanaman pangan.

Hal ini yang menjadi patokan para peneliti yang percaya jika letusan Gunung Agung mampu mempengaruhi iklim layaknya Gunung Tambora.

Faktor lain yang membuat para peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gunung Agung adalah letusan Gunung Pinatubo di Filipina. Letusan ini disebut-sebut sebagai letusan terbesar pada abad ke-20.

Saat meletus, Gunung Pinatubo memuntahkan satu mil kubik batu dan abu ke udara beserta 20 juta ton gas belerang dioksida ke atmosfer.

Letusan Gunung Pinatubo ini sukses mengeluarkan sejumlah besar gas yang menyebar ke seluruh dunia yang lalu berimbas pada terjadinya sebuah reaksi kimia.

Gas yang bercampur dengan uap air tersebut menghasilkan tetesan air dingin yang disebut sebagai aerosol.

Gunung Agung. (dok PVMBG)

Aerosol lalu memantulkan sinar matahari yang menjauhi Bumi dan membuat suhu Bumi turun selama beberapa tahun.

Karakter Gunung Agung yang serupa dengan Gunung Pinatubo ini lalu yang membuat para peneliti NASA menggunakannya untuk menjadi bahan penelitian dan percobaan mereka.

Untuk melancarkan penelitiannya, para peneliti berencana untuk menerbangkan balon berisi perangkat teknologi untuk mengukur dampak letusan tersebut ke atmosfer Bumi.

Jika letusan Gunung Agung nanti sama dengan letusan pada tahun 1963, maka sudah dipastikan jika gunung ini mampu memompa belerang dioksida dengan jumlah besar ke atmosfer.

Sayangnya, saat fenomena ini terjadi, lapisan ozon Bumi akan rusak sebelum kemudian menciptakan efek pendinginan pada Bumi.

Walaupun letusan Gunung Agung sangat memungkinkan untuk selamatkan Bumi dari perubahan iklim, namun mengenai kapan letusan besar ini terjadi masih belum diketahui.

BACA SELANJUTNYA

Acer Siapkan 130 Monitor NITRO pada Bali Major 2023