Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Perubahan iklim dua kali lipat lebih cepat selama dua dekade terakhir membuat tingkat pencairan gletser Himalaya juga semakin cepat.
Menurut studi baru yang dilakukan oleh beberapa ilmuwan, hal ini merupakan ancaman besar bagi ratusan juta orang yang bergantung pada limpasn air hujan dari mereka untuk persediaan air mereka.
Peneliti yang terdiri dari para akademisi dari Lamony-Doherty Erath Observatory di Universitas Columbia dan Universitas Utah di Amerika Serikat meilai klaim tersebut berdasarkan penilaian terhadap gambar satelit yang diambil di seluruh China, India, Nepal dan Bhutan selama 44 tahun terakhir.
Dilansir dari South China Morning Post, para ilmuwan melihat gambar yang tidak diklasifikasikan oleh satelit mata-mata Amerika Serikat. Terlihat 650 gletser yang membentang 2.000 km.
Baca Juga
Data mereka menunjukkan bahwa antara tahun 1975 hingga 2000, gletser kehilangan rata-rata sekitar 25 cm es per tahun. Namun sejak tahun 2000 angkat tersebut meningkat hingga menjadi sekitar 50 cm setahun.
Menurut penelitian, antara 2000 dan 2016, suhu rata-rata di wilayah tersebut naik 1 derajat lebih tinggi daripada 25 tahun sebelumnya.
Wilayah di sekitar pegunungan Himalaya-Hindu Kush dan Dataran Tinggi Tibet secara luas dikenal sebagai kutub ketiga karena merupakan rumah bagi konsentrasi gletser dan leadang es terbesar di luar kutub.
''Pencairan gletser Himalaya menimbulkan risiko besar bagi pasokan air regional, karena merupakan sumber lebih dari selusin sungai'' kata Liu Junyan, juru kampanye Greenpeace East Asia Beijing.
Studi lain yang dirilis oleh Program Pemantauan dan Penilaian Himalaya Hindu Kush, memperkirakan bahwa pada akhir abad ini gletser di kawasan tersebut akan berkurang setidaknya sepertiga dari tahun 2017.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Hari Bumi 2023, Google Doodle Ingatkan Perubahan Iklim
-
Bangun Infrastruktur Rendah Karbon, Huawei Masuk Daftar A CDP
-
BRIN: 2 Faktor Penyebab Cuaca Ekstrem Makin Sering di Indonesia
-
Ilmuwan Ungkap Pelelehan Es di Greenland Kian Cepat, Perubahan Iklim Bikin Khawatir
-
PBB Ungkap Potensi Mematikan dari Gelombang Panas yang akan Datang, Bikin Ngeri
-
Manfaatkan Teknologi, Fairatmos Sasar Demokratisasi Akses Pasar Karbon
-
Panas Ekstrem Diprediksi Bakal Terjadi 3 Kali Lebih Sering, Berbahaya?
-
BMKG: Suhu Perkotaan Indonesia Bakal Naik 3 Derajat Celcius pada Akhir Abad 21
-
Hadapi Perubahan Iklim, Maladewa Sampai Bangun Kota Terapung
-
Gegara Perubahan Iklim, Terpaksa Base Camp Gunung Everest Pindah