Sabtu, 20 April 2024
Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta : Minggu, 30 Juni 2019 | 18:00 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Jika kita menemui kecoak di rumah, hal yang paling praktis adalah memandikan tubuhnya dengan semprotan anti nyamuk dan serangga yang dijual bebas di pasaran. Hal tersebut dikhawatirkan susah terjadi di masa depan mengingat peneliti menemukan bahwa kecoak sudah mulai berevolusi.

Setidaknya salah satu spesies yang disebut kecoak Jerman (Blattella germanica) diketahui telah mengembangkan kekebalan tubuhnya dengan insektisida.

Kecoak Jerman memiliki morfologi yang mirip dengan kecoak Asia, bedanya, mereka tak bisa terbang dan tidak tertarik dengan cahaya.

Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports pada Mei 2019, ilmuwan menemukan bahwa hewan menjijikkan nan mengkilap itu semakin kebal terhadap hampir setiap jenis insektisida kimia.

Tidak semua insektisida diciptakan sama, beberapa menurunkan sistem saraf sedangkan yang lain menyerang kerangka luar serangga.

Ilustrasi kecoak Jerman. (Wikipedia/ Lmbuga)

Insektisida juga harus ditinggalkan atau ditunggu untuk waktu yang bervariasi agar efeknya bekerja.

Banyak serangga termasuk kecoak, telah berevolusi tahan terhadap (setidaknya) salah satu insektisida yang paling umum digunakan oleh manusia.

Kecoak diketahui hidup selama sekitar 100 hari sehingga resistensi dapat berkembang dengan cepat.

Gen kecoak yang paling resisten dapat diteruskan ke generasi selanjutnya sehingga keturunannya makin kebal dengan insektisida.

Para peneliti menguji dan mengamati tiga koloni kecoak selama 6 bulan.

Ilustrasi kecoak Jerman. (Pixabay/ Brett Hondow)

Populasi diuji pada tingkat resistensi mereka terhadap tiga insektisida yang berbeda: abamektin, asam borat, dan thiamethoxam.

Satu percobaan menggunakan ketiga pestisida satu demi satu, selama 3 bulan sebelum mengulanginya dengan siklus yang sama.

Dalam percobaan lain, para peneliti menggunakan campuran insektisida selama 6 bulan penuh.

Skenario percobaan terakhir, mereka menggunakan hanya satu bahan kimia yang populasi resapannya memiliki resistensi yang rendah.

Dikutip dari Science Mag, peneliti menemukan bahwa selama percobaan itu, ukuran sebagian besar populasi kecoak tidak menurun seiring berjalannya waktu.

Ketika para peneliti menggunakan beberapa insektisida sekaligus (praktik standar para pembasmi serangga), penelitian bahkan menunjukkan kecoak cepat mengembangkan resistensi terhadap ketiga bahan itu.

Kecoak Jerman betina yang sedang menyimpan banyak telur di tubuhnya. (Wikipedia/ PHIL)

Untungnya, salah satu zat paling kuat, abamektin, cukup efektif dalam membasmi sebagian koloni yang mempunyai resistensi paling rendah.

Apabila penemuan evolusi kekebalan tersebut terus berlanjut, di masa depan kita tak bisa mengobati hama kecoak dengan insektisida saja.

Dalam kemungkinan terburuk, peneliti menyarankan bahwa suatu saat nanti kita harus mempraktikkan "manajemen hama terpadu" untuk membasmi hewan menjijikan itu..

Praktik tersebut termasuk pengaturan perangkap, membersihkan puing-puing atau sarang kecoak, dan menggunakan penyedot debu kecil untuk membunuh kecoak.

Semoga saja kemampuan berevolusi terkait kekebalan tubuh hanya terjadi pada spesies kecoak Jerman, apabila menular ke kerabat kecoak yang lain, maka para kecoak makin tak terbendung di masa depan.

BACA SELANJUTNYA

Langit Indonesia Akan Dilintasi Komet Langka pada Awal Februari 2023