Sabtu, 27 April 2024
Agung Pratnyawan : Kamis, 02 April 2020 | 13:10 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Tim ilmuwan asal Inggris belum lama ini mengklaim telah ada tambahan gejala infeksi virus corona COVID-19. Yakni hilangnya indera penciuman dan rasa.

Menurut tim ilmuwan ini, seseorang yang terinfeksi virus corona hinga menderita COVID-19 dapat merasakan gejala hilangnya indera penciuman dan perasa.

Ditulis Asia One, sebuah studi menyebutkan bahwa sekitar 60 persen pasien yang dinyatakan positif Covid-19 dilaporkan mengalami masalah kehilangan indera penciuman dan rasa.

Data tersebut diambil dan dikumpulkan melalui aplikasi pelacak gejala yang dikembangkan oleh ilmuwan Inggris yang dibuat untuk membantu memantau pandemi yang disebabkan oleh Covid-19.

Dari 1,5 juta pengguna aplikasi antara 24 Maret hingga 29 Maret, 26 persen di antaranya melaporkan gejala melalui aplikasi. Dari jumlah itu, sebanyak 1.702 responden yang telah dites Covid-19, 579 dinyatakan positif dan 1.123 dinyatakan negatif.

Ilustrasi virus Corona (Coronavirus) Covid-19. (Shutterstock)

Kemudian penelitipun menggunakan semua data itu untuk mengembangkan model matematika untuk mengidentifikasi gejala.

Mulai dari kehilangan bau, rasa, demam, batuk terus menerus, kelelahan, diare, sakit perut, hingga kehilangan nafsu makan.

"Ketika dikombinasikan dengan gejala lain, orang yang kehilangan bau dan rasa nampak tiga kali lebih mungkin terinfeksi Covid-19 menurut data kami, dan karenanya harus mengisolasi diri selama tujuh hari untuk mengurangi penyebaran penyakit," kata Tim Spector, Profesor King.

Tim Spector kemudian menerapkan temuan mereka kepada lebih dari 400.000 orang yang melaporkan gejala melalui aplikasi, yang belum menjalani tes Covid-19 dan mendapati kemungkinan 13 persen dari mereka kemungkinan terinfeksi.

Itulah temuan baru ilmuwan yang mengklaim adanya gejala hilang indera penciuman dan rasa karena terinfeksi virus corona COVID-19. (Suara.com/ Dini Afrianti Efendi).

BACA SELANJUTNYA

Virus dari Permafrost Siberia Masih Bisa Hidup Lagi dan Berbahaya bagi Manusia