Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Profesor riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Djarot S Wisnubroto menyampaikan kalau pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi pemanasan global.
Karena PLTN merupakan sumber energi listrik yang rendah emisi karbon, sehingga lebih mengurangi dampak buruk pemanasan global.
"Dengan karakteristik yang hampir bebas karbon dan mampu menghasilkan daya besar terus menerus maka PLTN merupakan salah satu solusi untuk mengatasi pemanasan global," kata Djarot dalam Webinar Nasional Prof Talk: Siapkah Energi Nuklir Mendukung Net Zero Emission Indonesia? di Jakarta, Selasa (16/11/2021).
Selain emisi rendah karbon, peneliti ahli utama di Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN itu menuturkan PLTN juga bersifat bukan intermittent, yang berarti pasokan energi stabil.
Baca Juga
Kemudian, harga listrik yang dihasilkan dari PLTN juga kompetitif dan harga bahan bakar tidak mempengaruhi harga listrik.
Dengan membandingkan Jerman, Denmark, Prancis, dan Swedia, Djarot menuturkan negara yang emisi karbonnya paling tinggi per kWh adalah Jerman, yakni sebesar 311 gram, diikuti dengan Denmark yang sebesar 109 gram, Prancis yang sebesar 51 gram, dan yang paling sedikit adalah Swedia dengan 9 gram.
Ternyata dalam bauran energi listrik di Prancis dan Swedia, sebagian diisi oleh nuklir dan hidro. Prancis mempunyai 67 persen energi bergantung pada PLTN dan 13 persen pada pembangkit listrik berbasis hidro. Swedia mempunyai sumber energi listrik yang 39 persen bergantung pada nuklir dan 39 persen pada hidro.
Jerman memiliki 41,4 persen sumber energi yang bergantung pada energi terbarukan, dan 26,2 persen pada batu bara, dan 11,7 persen pada PLTN. Sementara itu Denmark memiliki 78 persen sumber energinya bergantung pada energi terbarukan, tapi masih menggunakan batu bara.
Dengan melihat komposisi bauran energi di empat negara tersebut, Djarot mengatakan Jerman dan Denmark menghasilkan emisi karbon lebih tinggi dibanding Prancis dan Swedia. Sementara sumber energi berbasis nuklir dan hidro menjadi faktor signifikan dalam mengurangi emisi karbon.
Di sisi harga listrik euro per kWh, paling mahal adalah Jerman, diikuti Denmark dan Prancis, dan paling murah adalah Swedia.
"Itulah kenapa banyak negara mulai mengatakan mari kita coba mulai menggunakan nuklir, tapi nuklir tantangannya adalah membangunnya lama sehingga kebijakan di banyak negara yang sudah punya PLTN perpanjang saja usia PLTN menjadi 80 tahun, yang tadinya 40 dan 60 tahun," ujar Djarot.
Itulah ungkap peneliti BRIN soal PLTN menjadi salah satu solusi pemanasan global. (Suara.com/ Liberty Jemadu).
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
-
Microsoft Mulai Tertarik ke Bisnis Energi, Nuklir Jadi Tujuan
-
Apa itu Manhattan Project? Begini Rangkuman Fakta Awal Pengembangan Nuklir
-
Reaktor Nuklir di Amerika Serikat Bocor, Pihak Berwenang Malah Sempat Tutup Mulut
-
Fasilitas Pengolahan Uranium di AS Kebakaran, 200 Karyawan Dievakuasi
-
Antisipasi Potensi Kekeringan, BRIN Siapkan Teknologi Modifikasi Cuaca
-
Perusahaan Ini Ingin Dinginkan Bumi Pakai Cara Radikal, Malah Tuai Kritik
-
BRIN: Riset Alat Pendeteksi Tsunami InaBuoy Tidak Dihentikan
-
Komet Langka Besok Melintasi Langit Indonesia, Terlihat 50.000 Tahun Sekali
-
Langit Indonesia Akan Dilintasi Komet Langka pada Awal Februari 2023