Jum'at, 19 April 2024
Agung Pratnyawan : Senin, 18 April 2022 | 14:19 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Ditemukan catatan yang dianggap sebagai bukti dari aurora dari ribuan tahun silam. Para ilmuwan menemukan catatan tersebut yang menjadi bukti catatan aurora tertua di dunia yang telah berusia 3.000 tahun.

Dikutip HiTekno.com dari laporan Suara.com, peristiwa ini dijelaskan dalam Chinese Bamboo Annals itu berusia 3.000 tahun.

Penemuan catatan semacam ini bernilai ilmiah dan historis karena lokasi sumbernya menyiratkan badai geomagnetik yang sangat kuat.

Catatan Chinese Bamboo Annals berisi tentang perkembangan China dari legenda awal hingga 299 SM. Catatan tersebut sempat terkubur di sebuah makam selama hampir 600 tahun dan ditemukan kembali bersama dengan beberapa teks kuno lainnya.

Salah satu catatan di dalamnya mengacu pada objek yang sangat menarik di langit utara. Para ilmuwan yang menganalisis catatan ini menyimpulkan bahwa itu bukan hanya deskripsi aurora, tetapi mengidentifikasi tempat dan dua kemungkinan tanggal di mana aurora diamati.

Aurora. (Pixabay)

Tim yang dipimpin oleh Marinus van der Sluijs dan Dr Hisashi Hayakawa dari Universitas Nagoya mengklaim bahwa aurora terjadi pada antara 977 dan 957 SM. Jika prediksi tersebut benar, maka ini mendahului rekor tertua sebelumnya tentang aktivitas aurora sekitar 300 tahun.

"Kami telah menemukan lokasi pengamatan di sekitar Hàojing," kata Hisashi, seperti dikutip dari IFL Science pada Senin (18/4/2022).

Meskipun kutub magnet utara jauh lebih dekat ke China pada abad ke-10 SM daripada sekarang, jaraknya masih hampir 40 derajat dari kutub.

Dengan kata lain, hanya ledakan besar dari Matahari yang akan menghasilkan aurora agar terlihat pada jarak tersebut dari kutub.

Jika van der Sluijs dan Hayakawa benar, Bamboo Annals menyediakan satu-satunya catatan mengenai aurora sebelum Grand Minimum.

Aurora Borealis di Svalbard, Norwegia. Sebagai ilustrasi [Shutterstock]

Penemuan catatan ini bisa membantu para ahli menentukan waktu per-minimum puncak Matahari.

Walau begitu, para ilmuwan lain tidak yakin bahwa peristiwa yang dilihat adalah aurora, melainkan komet. Identifikasi juga menjadi bias karena ada dua versi sejarah, yang masing-masing menyebut peristiwa itu sebagai "bintang kabur" atau "cahaya lima warna" di langit utara.

Van der Sluijs dan Hayakawa menganggap referensi terakhir lebih otentik. Deskripsi tersebut memiliki kesamaan dengan cara penulis lain menggambarkan aurora terang ketika mencapai garis lintang.

Untuk saat ini, satu-satunya tempat di China untuk melihat aurora adalah Mohe, yang dijuluki Kota Arktik China. Berbatasan dengan Rusia, ini adalah satu-satunya tempat di China yang mengalami baik aurora borealis maupun fenomena Matahari tengah malam, atau Midnight Sun.

Itulah temuan catatan aurora tertua di dunia yang telah berumur 3.000 tahun menjadi sumber pembelajaran para ilmuwan.  (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).

BACA SELANJUTNYA

Ilmuwan Ungkap bahwa Tikus di New York Mulai Bisa Terjangkit Covid