Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Laporan terkini, base camp Gunung Everest terpaksa dipindahkan ke tempatlain. Hal ini diduga gegara adanya perubahan iklim yang berdampak pada gunung tertinggi di dunia ini.
Base camp Gunung Everest kini dipindahkan ke bagian yang lebih landai berada di bawah gunung untuk menghindari pencairan gletser.
Menurut Taranath Adhikari, direktur jenderal departemen pariwisata Nepal, pihaknya sedang dalam proses memindahkan South Base Camp.
Awalnya berada di ketinggian 5.364 meter ke lokasi dengan ketinggian 200 hingga 400 meter lebih rendah.
Baca Juga
Alasan perubahan tersebut karena daerah itu terlalu berbahaya akibat suhu yang tidak stabil dan semakin memanas.
Selain itu, gletser yang mencair tidak hanya menyebabkan retakan di sekitar base camp, tetapi pendaki juga semakin terancam oleh batu dan puing yang berjatuhan.
"Kami sekarang sedang mempersiapkan relokasi dan kami akan segera memulai konsultasi dengan semua pemangku kepentingan," kata Adhikari kepada BBC, dikutip dari IFL Science, Senin (20/6/2022).
Aktivitas manusia di luar perubahan iklim juga berdampak pada gunung.
Selain banyak pendaki yang melakukan pembakaran bahan bakar seperti minyak tanah, daerah itu pun dipenuhi dengan kotoran serta kencing manusia dalam jumlah besar.
Diperkirakan bahwa pendaki menghasilkan 4.000 liter urin di base camp setiap hari.
Dengan ketinggian 8.848 meter, Gunung Everest semakin terpengaruh oleh perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir.
Sebuah penelitian pada 2018 mengungkapkan bahwa suhu es minimum Gletser Khumbu hanya minus (-) 3,3 derajat Celcius, suhu hangat yang mengkhawatirkan itu menunjukkan gletser sangat rentan terhadap panas.
Di sisi lain, studi lain pada awal tahun ini menemukan bahwa gletser tertinggi Everest yaitu South Col Glacie, telah melepaskan es senilai 2.000 tahun dalam 30 tahun dan kehilangan setengah massanya sejak 1990-an.
Itulah laporan terkini dari pemindahan base camp Gunung Everest gegara perubahan iklim. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Kadar Oksigen Menurun, Makhluk Laut Dalam Mulai Tercekik
-
Hari Bumi 2023, Google Doodle Ingatkan Perubahan Iklim
-
Bangun Infrastruktur Rendah Karbon, Huawei Masuk Daftar A CDP
-
BRIN: 2 Faktor Penyebab Cuaca Ekstrem Makin Sering di Indonesia
-
Pemanasan Global Picu Pelelehan Gletser, Bakteri Kuno Berbahaya Berpotensi Lepas ke Alam
-
Ilmuwan Ungkap Pelelehan Es di Greenland Kian Cepat, Perubahan Iklim Bikin Khawatir
-
PBB Ungkap Potensi Mematikan dari Gelombang Panas yang akan Datang, Bikin Ngeri
-
Manfaatkan Teknologi, Fairatmos Sasar Demokratisasi Akses Pasar Karbon
-
Panas Ekstrem Diprediksi Bakal Terjadi 3 Kali Lebih Sering, Berbahaya?
-
BMKG: Suhu Perkotaan Indonesia Bakal Naik 3 Derajat Celcius pada Akhir Abad 21