Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Fairatmos, sebuah perusahaan startup yang berfokus pada teknologi iklim ini beruapaya untuk menyasar demokratisasi akses pasar karbon. Untuk bisa lakukannya, Fairatmos memanfaatkan teknologi.
Penyerapan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama emisi karbon, masih menjadi tantangan besar yang harus ditangani oleh seluruh pemangku kepentingan untuk memitigasi dampak pemanasan global.
Sebelumnya, PBB pada Persetujuan Paris terkait Iklim telah memberikan mandat kepada pemerintah di berbagai negara untuk menjaga rata-rata kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius di atas level pra-industri, dengan target 1.5 derajat Celsius.
Secara ilmiah, jika suhu Bumi naik lebih dari 1.5 derajat Celsius, dampak dari perubahan iklim akan lebih berbahaya tidak hanya bagi manusia, tetapi juga untuk keseluruhan ekosistem.
Baca Juga
-
3 Alasan Startup Tetap Menarik Bagi Generasi Milenial dan Gen-Z
-
Lima Startup Pilihan Grab Ventures Velocity Batch 5 x Sembrani Wira, Bikin Penasaran
-
Ikut BUMN Startup Day, VCGamers Apresiasi Dukungan Pemerintah
-
Startup Bekingan Xiaomi Kenalkan Mobil Sport Listrik, Tampangnya Aduhay, Harganya Bikin Penasaran
Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tahun 2022, saat ini Indonesia memiliki hutan tropis seluas 125,9 juta hektar dan menjadi urutan ketiga terbesar di dunia.
Dengan adanya keanekaragaman hayati yang dimiliki ini, Indonesia berperan penting untuk mengendalikan perubahan iklim secara signifikan dengan potensi penyerapan karbon emisi gas rumah kaca sebesar 113,18 gigaton.
Dengan peluang ini, kesempatan terbuka luas kepada komunitas dan masyarakat untuk turut memberikan kontribusi dalam melakukan penyerapan emisi gas rumah kaca.
Tetapi dalam implementasinya, terdapat tantangan tersendiri yang dihadapi dalam peningkatan proyek penyerapan gas karbon. Kebanyakan dari masyarakat memiliki keterbatasan kapabilitas teknis untuk memenuhi standar penghitungan potensi penyerapan karbon yang diperlukan.
Memahami kebutuhan tersebut, startup teknologi iklim Fairatmos telah mengembangkan suatu platform untuk mendukung pengembangan proyek peyerapan karbon bagi komunitas, korporasi, dan pihak lain yang berminat. Selain pengembangan proyek, Fairtamos juga berkomitmen untuk membantu pengembang proyek dalam aspek pendanaan bersama entitas komersial dan individu.
CEO Fairatmos, Natalia Rialucky Marsudi mengatakan bahwa perusahaanya ingin memudahkan komunitas dan masyarakat untuk mengakses pasar karbon. Ia menggarisbawahi komitmen Fairatmos dalam menyediakan akses yang merata bagi seluruh partisipan pasar karbon, seperti pengembang proyek, para tenaga ahli, donatur, dan penyeimbang, untuk secara kolektif membatasi kenaikan suhu global.
Salah satunya dengan meluncurkan kampanye #PulihkanAtmosfer. Inisiatif ini merupakan kampanye kolaboratif antara organisasi, universitas dan bisnis yang memiliki keinginan untuk berkontribusi aktif dalam mengembalikan keseimbangan pada atmosfer Bumi.
"Komunitas tapak, petani dan masyarakat merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap efek dari perubahan iklim, namun sering tidak memiliki sumber daya untuk memitigasi atau beradaptasi. Mekanisme pasar karbon hadir sebagai satu solusi, namun tantangan datang dari sulitnya menyusun proyek penyerapan karbon karena adanya hambatan teknologi dan kebutuhan finansial. Di sinilah Fairatmos menggunakan teknologi untuk menyediakan masyarakat terhadap akses yang lebih mudah kepada pasar karbon," Natalia menjelaskan.
Pekan lalu Fairatmos telah meluncurkan produk pertamanya yaitu Digital Pre-Feasibility Study (Pre-FS) untuk penyerapan karbon melalui konservasi mangrove.
Platform Digital Pre-FS membantu proses verifikasi karbon dengan ringkas yang mencakup identifikasi, standardisasi dan pemilihan metodologi, hingga pengecekan kelayakan proyek berdasarkan kriteria metodologis, yang dimana proses biasa dapat memakan waktu 60 hari dengan biaya yang tinggi kini dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari secara gratis.
Platform ini dibangun dengan teknologi Remote Sensing dan Machine Learning, yang dapat secara tepat memprediksi potensi proyek penyerapan karbon.
Dalam pengembangannya, Fairatmos juga selalu merujuk terhadap basis data yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti data National Forest Reference Emission Level for Forest Deforestation and Forest Degradation yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memastikan proyek berjalan sesuai dengan statistik dan fakta yang berlaku.
Beberapa proyek Digital Pre-FS yang sedang dijalankan oleh Fairatmos termasuk diantaranya program restorasi bakau di Muara Badak Ulu dan pedesaan Handil Terusan di Kalimantan Timur dan program restorasi bakau di Cilacap, Desa Ujungalang di Jawa Barat.
"Seluruh proyek ini mengikutsertakan komunitas petani dan inisiatif bisnis lokal, dengan tujuan untuk memperbaiki ekosistem lingkungan seperti wanatani dan bakau, melestarikan habitat natural seperti pohon bakau, membuat peluang turisme dengan ekoturisme, dan memfasilitasi inisiatif bisnis lokal dalam produk bakau," tutup Natalia.
"Selain itu, kami juga membantu para pelaku bisnis dalam memerangi perubahan iklim dengan menyeimbangi emisi mereka, dan pada akhirnya menjadi carbon neutral atau perusahaan net-zero. Saat ini, Fairatmos berdedikasi untuk menemukan solusi optimal end-to-end terhadap permasalah pemanasan global dan pelestarian habitat. Kami percaya bahwa menggabungkan kekuatan kemanusiaan dan teknologi dapat berdampak besar dalam memperbaiki kehidupan di Bumi," ujarnya.
Terkini
- Ilmuwan Temukan Microplastik di Pembuluh Darah Manusia, Miris
- Balon Cuaca China Ditembak Amerika Serikat, Tensi Memanas
- Jumlah Korban Tewas Gempa Turki Meningkat, Capai Ribuan Dalam Sehari
- Gempa M 5,2 Guncang Banten, Begini Penjelasan dari BMKG
- BRIN: Riset Alat Pendeteksi Tsunami InaBuoy Tidak Dihentikan
- 4 Pantangan ketika Terjadi Gempa: Jangan Lakukan Hal-hal Ini
- 4 Sebab Gempa Bumi dan Tindakan Awal yang Harus Dilakukan Saat Terjadi
- Ilmuwan Ungkap Sifat Aneh Air di Luar Angkasa, Wujudnya Beda dengan di Bumi
- Saham Pfizer Anjlok Seiring Menurunnya Permintaan Obat Covid
- Kebakaran Hutan Hebat Melanda Chili, Ratusan Alami Luka
Berita Terkait
-
Pendiri ChatGPT Bagikan Tips Bangun Startup Sukses, Perhatikan 4 Hal Penting Ini
-
Sayurbox Tutup Dua Gudang di Jakarta, Terancam Bangkrut?
-
Startup KLAR Kantongi Dana Rp 91 Miliar dari Deretan Ventures Besar Ini
-
Startup Literasi Bantu Ratusan Ribu Siswa, Founder Nyalanesia Dapat Penghargaan Innovation Heroes 2022
-
Dulu Drop Out dari Kampus hingga Ibunya Nangis, Cowok Ini Sukses Bangun Startup Metaverse
-
Solo Technopark Jadi Kawasan Transformasi Digital dan Human Capital
-
Google Gelontorkan Rp 6 Triliun ke Startup AI Pesaing ChatGPT
-
Modal Inventasi di Bidang Kreatif, Sinar Mas Danai Startup DCT Agency
-
Jualan Snack, Pria Ini Mampu Bangun Startup Senilai Puluhan Triliun
-
Pendiri Spotify Buat Startup Baru, Incar Bisnis Perawatan Kesehatan