Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Sekelompok cairan yang terdiri dari karbonat dan terinfusi karbon terletak di bawah Yellowstone Park, taman nasional yang terkenal dengan fiturnya yang geotermik di barat Amerika Serikat.
Penemuan ini telah mengubah pemahaman para ilmuwan tentang siklus karbon.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters mengungkap bahwa material tersebut seluas 1,8 juta kilometer persegi (700.000 mil persegi) dan terletak di wilayah atas mantel, lapisan yang terletak di antara inti Bumi yang padat dan sangat panas dengan lapisan luar yang tipis, kulit Bumi.
Dilansir dari Sputnik News, tim dari Royal Holloway University of London menggunakan jaringan sensor seismik untuk menemukan massa karbonat tersebut. Penelitian tersebut menggunakan gelombang seismik, yang mampu bepergian dengan kecepatan dan sudut yang berbeda melalui material, untuk memindai mantel.
Baca Juga
"Di bawah barat Amerika Serikat ada sebuah wadah bawah tanah yang terisi sebagian cairan karbonat. Ini merupakan hasil dari salah satu lempeng tektonik Samudera Pasifik yang terdorong ke bawah barat Amerika Serikat, mengalami pemanasan parsial berkat gas seperti CO2 dan H2O yang terdapat dalam mineral yang terlarut di dalamnya," kata Sash Hier-Majumder, penulis utama dan ko-penulis penelitian yang merupakan seorang dosen senior geofisika di Royal Holloway.
Selain itu, penelitian tersebut menyatakan bahwa ketel yang baru saja ditemukan menunjukkan bahwa mantel atas Bumi mengandung 10.000 kali jumlah karbon, berupa gas karbon dioksida, dibandingkan yang telah dilepaskan ke atmosfer pada tahun 2011 sebagian besar melalui kegiatan manusia.
"Merealisasikan 1% dari CO2 ini ke atmosfer akan setara dengan membakar 2,3 triliun barel minyak," tambah Sash Hier-Majumder. Bagi yang khawatir dengan dampak dari pelepasan karbon yang ditemukan ke permukaan melalui letusan gunung berapi, tim ilmiah tersebut menenangkan kekhawatiran tersebut.
Penelitian tersebut menambahkan bahwa itu mungkin berdampak tidak signifikan pada laju perubahan iklim, sambil juga menekankan bahwa tidak ada bukti adanya gunung berapi karbonat muncul di sana.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
-
Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
-
Info Gempa Bumi Terkini, Malam Ini, Magnitudo 6,1, Lokasi Barat Daya Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami
-
Ilmuwan Ungkap Planet Berkabut, Wujud Mirip Neptunus
-
Link Nonton Bumi Manusia, Iqbaal Ramadhan Jadi Siswa Sekolah Elit di Era Kolonial
-
Ilmuwan Ungkap Struktur Inti Bulan, Hasilnya Mengejutkan
-
Jarak Bumi ke Mars Jutaan Kilometer, Berapa Waktu Perjalanannya?
-
Berapa Jarak Bumi ke Matahari dan Bagaimana Cara Mengukurnya?
-
5 Tempat Terpanas di Bumi, Ada yang Tembus 70 derajat Celcius
-
Berapa Jarak Bumi ke Bulan, Lengkap Fakta Menariknya