Dythia Novianty | Dicky
Ilustrasi kebocoran data. [Unsplash]

Hitekno.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana menerapkan registrasi kartu SIM menggunakan teknologi biometrik pengenalan wajah (face recognition) mulai tahun depan. 

Kebijakan ini digadang-gadang menjadi langkah strategis untuk menekan kejahatan digital, namun para pakar mengingatkan agar pemerintah tak mengulang kesalahan lama soal keamanan data.

Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menegaskan bahwa pemerintah perlu belajar dari pengalaman pahit kebocoran data yang pernah terjadi di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.

Kasus tersebut mencuat pada 2023, ketika data kependudukan yang diduga mencakup hingga 337 juta penduduk Indonesia diperjualbelikan di forum daring Breach Forum. 

Informasi yang bocor meliputi nama lengkap, NIK, nomor kartu keluarga, alamat, hingga data orang tua dan catatan sipil lainnya.

“Kalau dibobol atau down itu memang harus menjadi perhatian khusus mengingat pengalaman sebelumnya, di mana data kependudukan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Dukcapil bocor dengan gegap gempita dan dieksploitasi oleh penipu sampai hari ini,” ujar Alfons kepada Suara.com, Senin (22/12/2025).

Menurut Alfons, secara teknis Dukcapil memang telah lama menyimpan data biometrik masyarakat melalui perekaman e-KTP, termasuk data wajah. Namun, teknologi yang digunakan pada tahap awal dinilai belum optimal.

Ilustrasi Kartu SIM. (Pixabay)

Ia menilai kualitas data wajah yang tersimpan belum sepenuhnya mendukung kebutuhan autentikasi berbasis face recognition untuk layanan publik seperti registrasi kartu SIM.

“Karena saya melakukan face recognition bank dengan data foto KTP yang ada gagal berkali-kali dan bukannya memudahkan malah menambahkan birokrasi dan inefisiensi,” ungkapnya.

Meski demikian, Alfons mengakui penggunaan teknologi pengenalan wajah untuk registrasi kartu SIM merupakan langkah yang tepat.

Baca Juga:
Pengamat Ingatkan Risiko Face Recognition untuk Registrasi SIM, Operator Diminta Tak Simpan Data Wajah

Ia menilai kebijakan ini berpotensi menekan kejahatan siber yang selama ini memanfaatkan nomor telepon sebagai sarana utama penipuan.

Namun, ia mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan tersebut tidak hanya bergantung pada teknologi biometrik semata. 

Pemerintah juga perlu memastikan kesiapan jaringan telekomunikasi, standar perangkat ponsel, hingga keandalan sistem server.

“Pemerintah harus menyiapkan diri dan antisipasi jika terjadi kegagalan face recognition yang bukan kesalahan pengguna layanan. Dan pemerintah wajib memastikan semua masyarakat Indonesia, khususnya yang ada di daerah 3T, bisa mengakses layanan komunikasi dengan baik seperti masyarakat di wilayah lainnya,” tegas Alfons.

Sebagai informasi, pemerintah menjadwalkan penerapan registrasi kartu SIM berbasis biometrik mulai 1 Januari 2026. 

Pada tahap awal, kebijakan ini akan diterapkan secara sukarela dan menggunakan skema hybrid hingga akhir Juni 2026.

Selanjutnya, mulai 1 Juli 2026, seluruh registrasi pelanggan baru diwajibkan menggunakan teknologi face recognition

Komdigi menyebut langkah ini sebagai upaya memutus rantai kejahatan digital yang selama ini menjadikan nomor seluler sebagai “gerbang utama” berbagai modus penipuan.