Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Jika kamu sangat ingin memiliki emas karena harganya yang mahal, kamu harus berpikir ulang. Di luar sana, ternyata terdapat jamur ulat (Yarsa Gumba) yang lebih mahal daripada emas.
Selama musim panas yang terjadi di dataran tinggi Tibet, warga lokal sangat bersemangat berburu Yarsa Gumba.
Musim panas di Tibet kira-kira berlangsung pada tanggal 21 Juni sampai 23 September.
Ophiocordyceps sinensi yang dikenal sebagai Yarsa Gumba merupakan jamur entomopatogen yang tumbuh pada serangga. Ia tumbuh pada larva ngengat dalam keluarga Hepialidae.
Baca Juga
Benjolan oranye yang terdapat pada Yarsa Gumba sebenarnya adalah ulat yang mati.
Sementara ''tongkat'' di bawahnya adalah jamur parasit yang melahap ulat malang tersebut.
Ribuan orang yang tinggal di Tibet dan Bhutan menggantungkan hidupnya pada jamur ulat ini. Mereka memiliki mata pencaharian dengan mencari Yarsa Gumba dan menjualnya di pasar.
Yarsa Gumba sangat berharaga dalam sistem pengobatan tradisional Cina dan Tibet. Ia dipercaya dapat digunakan sebagai penguat sistem kekebalan tubuh dan mengobati kanker.
Ilmuwan belum bisa membuktikan khasiat Yarsa Gumba secara ilmiah mengenai zat anti kanker miliknya.
Setelah diteliti oleh ilmuwan, tubuh jamur ulat itu memang memiliki beberapa efek farmasi khusus.
Kandungan kimianya dikonfirmasi oleh ilmuwan mempunyai kandungan kimia yang dapat mengatasi hiposeksualitas, keringat dingin, hiperglikemia, hiperlipidemia, astenia, aritmia, serta penyakit jantung, pernapasan, ginjal dan hati.
Dikutip dari ZME Science, harga standar Yarsa Gumba di pasaran pada tahun 2008 sekitar 13 ribu dolar AS atau Rp 198 juta per kilogram.
Ia mendapatkan julukan ''emas lunak'' di Cina. Pada Agustus 2012, harganya naik menjadi 111 ribu dolar AS atau Rp 1,7 miliar per kilogram.
Bahkan Yarsha Gumba dalam kondisi gemuk dan bagus bisa dihargai dengan harga yang mencapai 140 ribu dolar AS atau Rp 2,1 miliar per kilogram.
Pasar global untuk ''emas lunak'' ini diperkirakan bernilai 5 hingga 11 miliar dolar AS atau Rp 76 triliun hingga Rp 167 triliun.
Yarsa Gumba menyumbang sebagian besar PDB Tibet dan Bhutan. Penelitian memperkirakan bahwa 40 persen pendapatan tunai pedesaan di Daerah Otonomi Tibet didapat dari ''emas lunak''.
Kelly Hopping, seorang peneliti dari Boise University telah mewawancarai ratusan kolektor Yarsa Gumba untuk memperkuat penelitiannya. Ia juga mengumpulkan sampel dan menganalis ilklim Himalaya yang dingin.
Penelitiannya yang telah dipubilkasikan di dalam Proceedings of National Academy of Sciences menemukan bahwa jamur ulat semakin sedikit jumlahnya.
Itu terjadi karena eksploitasi yang berlebihan dan perubahan iklim yang terjadi. Jamur ulat hanya dapat tumbuh di ketinggian 3 ribu hingga 5 ribu meter pada suhu -15 hingga -5 derajat Celcius.
Karena kondisi iklim yang mulai menghangat, jamur ulat menjadi lebih sedikit jumlahnya.
Penelitian mengenai jamur ulat sangat menarik karena membuat manusia sadar akan adanya perubahan iklim.
Setelah melihat harga Yarsa Gumba, apakah kamu ikut tertarik untuk mencari jamur ulat satu ini?
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
-
Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
-
Ilmuwan Ungkap Ada Samudra di Bawah Permukaan Satelitnya Uranus, Ada Makhluk Hidup?
-
Ilmuwan Ungkap Struktur Inti Bulan, Hasilnya Mengejutkan
-
Siapa Ibnu Al Haitam? Ternyata Kontribusinya di Bidang Optik Bikin Tercengang
-
Ilmuwan Ungkap bahwa Tikus di New York Mulai Bisa Terjangkit Covid
-
Virus dari Permafrost Siberia Masih Bisa Hidup Lagi dan Berbahaya bagi Manusia
-
Ilmuwan Australia Hasilkan Listrik dari Udara, Ini Resep Rahasianya
-
Apakah Gempa Bisa Diprediksi? Ini Kata Ilmuwan Soal Potensi Gempa di Indonesia
-
Ilmuwan Temukan Koridor Misterius di Piramida Cheops Mesir