Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Studi baru ilmuwan menyebutkan kalau wilayah dengan iklim panas lebih beruntung di tengah wabah virus corona COVID-19 ini. Karena disebutkan penyebarannya lebih lamban dibanding wilayah lain.
Meski iklim panas disebut dapat melambatkan penyebaran, alam sama sekali tak bisa memusnahkan virus corona baru yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China itu.
Studi para ilmuwan di Masschusetts Intitute of Technology (MIT), salah satu universitas bergengsi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka yang hidup di daerah lebih panas lebih beruntung karena di sana transmisi virus corona lebih lamban.
Ditemukan dalam penelitian itu bahwa sebagian besar penularan virus Sars-Cov-2 terjadi di area dengan suhu antara 3 sampai 17 derajat Celcius.
Baca Juga
-
5 Strategi Lawan Virus Corona, Telah Sukses di Beberapa Negara
-
Menurut Peneliti, Inilah Tempat Teraman dari Penyebaran Virus Corona
-
Saat Pandemi Corona, Begini Prosedur Astronot yang Dikirim ke Luar Angkasa
-
Satelit Temukan Kuburan Massal di Iran, Makam Korban Virus Corona?
-
Benarkah Virus Corona Buatan Manusia di Lab? Ini Hasil Penelitiannya
Sementara daerah dengan iklim lebih panas, seperti di daerah Khatulistiwa, yang rata-rata suhunya di atas 18 derajat Celcius, penularan virus corona baru ini lebih lamban.
Para ilmuwan di MIT membeberkan bahwa dari total kasus Covid-19 di dunia, porsi penularan di wilayah Khatulistiwa dan Selatan yang saat ini sedang menikmati musim panas kurang dari 6 persen.
"Di tempat yang suhunya lebih dingin, jumlah kasus (penularan virus corona) melonjak lebih cepat," kata Qasim Bukhari dari MIT yang memimpin studi itu.
"Ini terlihat di Eropa, meski di sana sistem kesehatannya termasuk yang terbaik di dunia," lanjut dia.
Lebih lanjut Bukhari mengatakan bahwa pengaruh suhu atau iklim juga terlihat di AS. Di negara-negara bagian selatan AS, seperti Arizona, Florida, dan Texas penularan Covid-19 lebih pelan ketimbang di Washington, New York, Colorado yang berada di utara.
Studi dari MIT ini seiring sejalan dengan dua studi yang digelar sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian di Spanyol dan Finlandia, yang menemukan bahwa virus corona baru ini berkembang cepat di daerah dengan udara kering dan dingin, antara -2 sampai 10 derajat Celcius.
Sementara studi lain di China juga menunjukkan bahwa penularan virus corona melamban di lingkungan dengan suhu lebih panas dan lembab.
Meski demikian, Bukhari mewanti-wanti bahwa studi-studi yang menunjukkan virus corona baru ini melemah di kondisi panas jangan membuat lengah para pengambil kebijakan.
"Kita harus tetap waspada. Suhu panas mungkin membuat virus ini kurang efektif. Tetapi kurang efektif bukan berarti tak ada transmisi sama sekali," ia menegaskan.
Itulah kata ilmuwan mengenai penyebaran virus corona COVID-19 yang lebih lamban di iklim panas dibanding wilayah lainnya. (Suara.com/ Liberty Jemadu).
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
-
Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
-
Ilmuwan Ungkap Ada Samudra di Bawah Permukaan Satelitnya Uranus, Ada Makhluk Hidup?
-
Ilmuwan Ungkap Struktur Inti Bulan, Hasilnya Mengejutkan
-
Siapa Ibnu Al Haitam? Ternyata Kontribusinya di Bidang Optik Bikin Tercengang
-
Ilmuwan Ungkap bahwa Tikus di New York Mulai Bisa Terjangkit Covid
-
Virus dari Permafrost Siberia Masih Bisa Hidup Lagi dan Berbahaya bagi Manusia
-
Ilmuwan Australia Hasilkan Listrik dari Udara, Ini Resep Rahasianya
-
Apakah Gempa Bisa Diprediksi? Ini Kata Ilmuwan Soal Potensi Gempa di Indonesia
-
Ilmuwan Temukan Koridor Misterius di Piramida Cheops Mesir