Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Beberapa waktu lalu bitang raksasa Betelgeuse sempat meredup. Usai bercahaya kembali, Betelgeuse kini mulai meredup lagi.
Peredupan baru-baru ini tidak konsisten dengan siklus variasi kecerahan Betelgeuse saat ini.
Betelgeuse berada 700 tahun cahaya di konstelasi Orion dan salah satu bintang paling terang di langit.
Betelgeuse menjadi salah satu bintang yang paling menarik karena umurnya sangat tua, sekitar 8 hingga 8,5 juta tahun dan berada di ambang pintu kematian untuk sebuah bintang.
Baca Juga
-
Belajar dari Video YouTube, Pria Ini Bongkar Jok Motor untuk Curi HP
-
Curhat Revisian Skripsi Ditolak Viral, Dosen Ini Beri Tips ke Mahasiswa
-
Terpopuler: Simbol Misterius di Matahari dan Pamer Ayah Muda Ganteng
-
Ini Tempat Terbaik Melihat Bintang di Bumi, Sekaligus Terdingin
-
Astronom Temukan Struktur Bintang Kuno, Hasil Terkoyak Bimasakti
Bintang itu diperkirakan memiliki 10 hingga 25 kali massa Matahari dan menjalani sebagian besar masa hidupnya sebagai bintang masif berwarna biru-putih yang ganas.
Betelgeuse telah kehabisan hidrogen beberapa waktu lalu dan sekarang bintang itu menggabungkan helium menjadi karbon dan oksigen.
Setelah helium habis, Betelgeuse akan memadukan unsur-unsur yang lebih berat dan menyebabkan penumpukan besi di inti, pada akhirnya akan menyebabkan bintang menjadi supernova.
Peristiwa peredupannya yang berlangsung antara September 2019 dan Februari 2020 dijuluki sebagai Great Fainting dan memang dramatis, karena meredupkan kecerahan bintang hingga hampir 25 persen.
Untuk saat ini, para astronom cukup yakin bahwa itu hanya "bersin". Betelgeuse mengeluarkan sekumpulan bahan yang sebagian akan meredupkannya selama beberapa waktu, bukan hal aneh bagi bintang dengan usia seperti itu.
"Kami melihat ini sepanjang waktu dan itu adalah bagian normal dari siklus hidup bintang. Betelgeuse sesekali akan melepaskan material dari permukaannya, yang akan mengembun di sekitar bintang sebagai debu," kata Emily Levesque, astronom dari Universitas Washington, seperti dikutip Science Alert, Kamis (20/8/2020).
Saat mendingin dan menghilang, dia menambahkan, butiran debu akan menyerap sebagian cahaya yang menuju ke arah Bumi.
Meski begitu, peristiwa peredupan baru kali ini juga perlu diselidiki. Meskipun peredupannya tidak sedramatis Great Fainting, peristiwa ini tidak konsisten dengan siklus variabilitas bintang.
Puncak kecerahan Betelgeuse berikutnya akan terjadi pada Agustus dan September 2020. Oleh karena itu, seharusnya Betelgeuse mengalami tingkat kecerahan secara bertahap sepanjang tahun.
Kecerahan bintang sebenarnya agak sulit dilacak karena posisi Betelgeuse di langit bergerak di belakang Matahari dari Mei hingga awal Agustus.
Namun, Solar and Terrestrial Relations Observatory (STEREO) NASA berada di orbit Matahari yang berada di belakang Bumi. Dengan kata lain, wahana antariksa itu bisa mengawasi Betelgeuse untuk sementara waktu. Sejak Mei hingga Juli, ketika STEREO mengamatinya, bintang itu tidak bersinar lagi.
"Anehnya, alih-alih terus meningkatkan atau meratakan kecerahan, Betelgeuse telah menurun ~ 0,5 mag dari pertengahan Mei hingga pertengahan Juli," tulis Andrea Dupree dari Harvard Smithsonian Center for Astrophysics dalam Astronomer's Telegram.
Kabar baiknya, Betelgeuse sekali lagi terlihat di langit Bumi sehingga lebih banyak pengamatan yang dapat dilakukan.
Menurut siklus 425 hari, siklus ketika cahaya Betelgeuse berfluktuasi, Betelgeuse diprediksi akan redup kembali pada April 2021.
Tapi selain siklus yang diketahui, bintang ini bisa sangat tidak terduga dan memiliki variasi cahaya yang kompleks yang tidak bisa dimengerti dengan baik.
Lain hal, peredupann dini ini membantu manusia memahami proses yang terjadi di akhir kehidupan bintang masif di tahun-tahun akhirnya. Para ilmuwan mengatakan sangat penting untuk terus memantau Betelgeuse hingga 2021. (Suara.com/Llintang Siltya Utami)
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
UAE Siap Mengembangkan Pesawat Luar Angkasa untuk Menjelajahi Sabuk Asteroid Mars
-
Ilmuwan Ungkap Planet Berkabut, Wujud Mirip Neptunus
-
One Punch Man: Apakah Saitama Bisa bernafas di Luar Angkasa?
-
Misi Penerbangan Luar Angkasa, Kru Polaris Dawn Gunakan Smartwatch Canggih Ini
-
Bukan Alien, Ini yang Malah Lebih Diwaspadai oleh Badan Pertahanan Antariksa AS
-
Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat Bentuk Pusat Komando di Indo-Pasifik: Bukan Alien, Ternyata Ini Ancamannya
-
Luncurkan Satelit Canggih, China Siap Kuak Rahasia Matahari
-
NASA Sukses Hantam Asteroid Pakai Pesawat Luar Angkasa, Misi Pertahanan Bumi Perdana Lancar
-
NASA Ingin Hantam Asteroid Pakai Pesawat Luar Angkasa, Ini Tujuannya
-
Arab Saudi Akan Kirim Perempuan ke Luar Angkasa pada 2023