Jum'at, 29 Maret 2024
Dinar Surya Oktarini : Jum'at, 01 Januari 2021 | 06:45 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Lebih dari 80 ilmuwan serta mahasiswa melakukan proyek ATLAS yang dilakukan selama lima tahun mencakup 45 ekpedisi penelitian. Sebanyak 12 lokasi  di Atlantik utara, para ahli menemukan kelompok spesies baru.

Bantuan robot bawah air yang menyelam ke laut dalam, para ilmuwan mendeteksi lusinan spesies baru termasuk ikan, karang air dingin, dan spesies spons invertebrata lainnya. Ditambah 35 spesies di daerah yang sebelumnya tidak diketahui.

Di antara temuan baru, para ahli menemukan tumbuhan karang yang dikenal sebagai Epizoanthus martinsae di kedalaman lebih dari 400 meter.

Penemuan lain mencakup sejenis hewan menetap yang menyerupai lumut, yang disebut Microporella funbio. Hewan mirip lumut lainnya bernama Antropora gemarita juga ditemukan menyaring dan memberi makan partikel makanan yang hanyut di laut dalam.

Spesies baru, terumbu karang. [Science Alert]

"Sebagai tempat kelahiran biologi laut dalam dan tempat lahir oseanografi, Atlantik Utara adalah tempat yang harus kami ketahui dengan baik. Tetapi hanya dalam 20 tahun terakhir kami menemukan betapa beragam dan rentannya habitat laut dalam sebenarnya," kata Murray Roberts, koordinator ATLAS, seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (31/12/2020).

Sayangnya, manusia tampaknya lebih banyak mengetahui tentang daratan dan bahkan permukaan Bulan daripada Atlantik dalam.

Spons dan karang mungkin tidak terlihat seperti spesies hewan penting dalam skema besar, tetapi di laut dalam keduanya membentuk fondasi bagi sebagian besar ekosistem.

Di sisi lain, lautan menyerap hingga sepertiga karbon di atmosfer dan penelitian dari proyek ATLAS menunjukkan, separuh dari semua habitat karang air dingin berisiko akibat pemanasan suhu.

Itu juga bukan satu-satunya ancaman yang dihadapi komunitas laut dalam ini. Proyek ATLAS menemukan pengasaman laut dan penangkapan ikan juga menempatkan hampir 20 persen ekosistem perairan dalam pada risiko tinggi.

Saat ini, para ilmuwan di Amerika Selatan juga bersiap untuk melakukan proyek serupa. Proyek terbaru ini akan mengeskplorasi lautan Atlantik selatan yang jauh lebih jarang dieksplorasi dan ekspedisi diperkirakan akan selesai pada 2023. (Suara.com/Lintang Siltya Utami)

BACA SELANJUTNYA

Apakah Gempa Bisa Diprediksi? Ini Kata Ilmuwan Soal Potensi Gempa di Indonesia