Sabtu, 27 April 2024
Agung Pratnyawan : Selasa, 27 Desember 2022 | 15:54 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Hitekno.com - Belakangkan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami hujan ekstrem. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi hujan lebat bisa mencapai pada 2 Januari 2023.

Hal ini disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati yang mengungkap ada empat faktor penyebab hujan ekstrem yang melanda Indonesia belakangan ini.

Menurut Kepala BMKG menyebut kalau ada empat faktor cuaca ekstrem tersebut mencakup Monsun Asia.

Diungkap Dwikorita, pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia, bibit siklon tropis di Samudera Pasifik, hingga aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) disertai fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial.

"Berdasarkan analisis terkini, kondisi dinamika atmosfer di Indonesia masih berpotensi signifikan dalam beberapa wilayah hingga sepekan ke depan," kata Dwikorita dalam konferensi pers virtual, Selasa (27/12/2022).

Pertama adalah Monsun Asia yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir dengan potensi dapat disertai adanya seruakan dingin dan fenomena aliran lintas ekuator.

Seruakan dingin Asia adalah fenomena yang cukup lazim terjadi saat Monsun Asia aktif yang mengindikasikan adanya potensi aliran massa udara dingin dari wilayah Benua Asia menuju ke wilayah selatan.

Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan empat faktor penyebab hujan ekstrem yang akan melanda Indonesia mulai hari ini hingga minggu depan, 2 Januari 2023, Selasa (27/12/2022). [Screenshot: Zoom BMKG]

Dampak dari munculnya seruakan dingin tersebut dapat meningkatkan potensi curah hujan di wilayah Barat Indonesia apabila disertai dengan fenomena CENS (cross equatorial northerly surge atau arus lintas ekuatorial).

Kondisi ini mengindikasikan bahwa adanya aliran massa udara dingin dari utara yang masuk ke wilayah Indonesia melintasi ekuator.

Dampak adanya seruakan dingin dari Asia yang disertai CENS ini dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan dan kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.

"Hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan," paparnya.

Kedua, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia. Ini dapat memicu terbentuknya pola pumpunan dan perlambatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.

"Serta dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan angin kencang di sekitar wilayah Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, yang berdampak pada peningkatan gelombang tinggi di perairan Indonesia," lanjut Dwikorita.

Ketiga yakni bibit siklon tropis 95W yang tumbuh di Samudra Pasifik sebelah Utara Papua Barat, tepatnya di sekitar 8.8 derajat LU sampai 130.9 derajat BT. Ini disertai dengan kecepatan angin maksimum 15 knot dan tekanan terendah 1008 mb.

Dwikorita menyatakan, berdasarkan citra satelit Himawari-8 enam jam terakhir menunjukkan adanya aktivitas konvektif yang signifikan terutama di sebelah utara sistem.

Model prediksi numerik menunjukkan bahwa sistem ini bergerak ke arah barat-barat laut menjauhi wilayah Indonesia. Potensi sistem untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan berada dalam kategori rendah.

Terakhir adalah aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) disertai fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial.

"Itu masih menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan di wilayah Indonesia," jelasnya.

Itulah empat faktor penyebab hujan ekstrem di Indonesia belakangan ini menurut BMKG. (Suara.com/ Dicky Prastya)

BACA SELANJUTNYA

Kapan Gerhana Bulan Penumbra Terjadi Mei 2023, Terlihat dari Indonesia?