Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Selama bertahun-tahun, para astronom telah berjuang untuk memahami sumber cahaya misterius yang kemungkinan berasal dari wilayah tertentu di galaksi Bima Sakti.
Cahaya misterius tersebut diprediksi dihasilkan oleh beberapa jenis partikel yang berputar sangat cepat dan menghasilkan cahaya redup.
Cahaya redup itu dikenal dengan Anomalous Microwave Emission atau sering disingkat AME. Prediksi ilmuwan tersebut belum secara jelas menjelaskan partikel jenis apa yang menghasilkan cahaya misterius tersebut.
Emisi Microwave Anomali atau AME pertama kali terdeteksi dua dekade lalu.
Baca Juga
Teori yang populer adalah AME diproduksi oleh molekul organik yang dikenal sebagai polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs).
Molekul-molekul berbasis karbon ini tersebar di seluruh ruang, dan mereka menampilkan sinyal inframerah yang berbeda, namun samar.
Sumber: Newsweek
Penelitian terbaru yang diterbitkan pada tanggal 12 juni lalu di Nature Astronomy menunjukkan bahwa interpretasi di atas ternyata salah. Awan nano diamond yang terletak di dalam sistem bintang embrionik adalah sumber sebenarnya dari AME.
Dilansir dari Astronomynow, dalam studi baru tersebut para peneliti menggunakan Green Bank Telescope di West Virginia dan Australia Telescope Compact Array.
Kedua perangkat canggih tersebut digunakan untuk mencari cahaya AME dalam 14 sistem bintang baru di seluruh Bima Sakti.
Mereka melihat emisi di tiga sistem itu, berasal dari piringan-piringan debu berlian dan gas yang membentuk planet dan bergerak memutar di sekitar bintang-bintang.
Mendengar kata berlian, mungkin terdengar langka dan berharga bagi kita yang tinggal di Bumi. Namun dalam konteks kosmos keberadaan berlian sangat berlimpah dan merupakan salah satu hasil sampingan dari formasi planet.
"Kami yakin bisa mengatakan kandidat terbaik yang mampu menghasilkan gelombang mikro ini adalah adanya nanodiamond di sekitar bintang-bintang yang baru terbentuk," kata Greaves seorang astronom di Cardiff University, Wales.
Sumber: The Guardian
"Hasil penelitian ini bisa membantu para astronom memahami lebih baik proses awal terbentuknya alam semesta," kata anggota tim studi.
Para ilmuwan berpikir bahwa alam semesta berkembang jauh lebih cepat daripada kecepatan cahaya sesaat setelah Big Bang, dalam periode singkat "inflasi kosmik".
Jika proses tersebut terjadi, seharusnya hal itu akan meninggalkan jejak yang berpotensi dapat dideteksi. Salah satu jejak yang ditinggalkan kemungkinan berupa polarisasi aneh dari gelombang mikro kosmik tersebut.
Hitekno.com/ Rezza Dwi Rachmanta
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Kadar Oksigen Menurun, Makhluk Laut Dalam Mulai Tercekik
-
Mencairnya Es di Antartika Bakal Bawa Dampak Buruk ke Laut, Ini Sebabnya
-
Binatang di Seluruh Dunia Terpapar Senyawa Bahan Teflon, Kecuali di Antartika
-
Ilmuwan Ungkap Adanya Migrasi Bintang di Galaksi Andromeda, Ini Sebabnya
-
Ilmuwan Temukan DNA Organisme Laut Tertua di Dunia, Penelitian di Kutub Selatan Jadi Kunci
-
Ditemukan Batuan Bulan di Antartika, Ungkap Beberapa Fakta Baru
-
Ditemukan Bintang Tercepat di Lubang Hitam Bimasakti, Ini Penjelasan Ilmuwan
-
Ilmuwan untuk Pertama Kalinya Temukan Mikroplastik di Salju Antartika
-
Dugaan Ilmuwan, Ada 4 Peradaban Alien yang Mengintai Bumi
-
Ditemukan Bangkai Kapal Penjelajah di Antartika setelah 107 Tahun Hilang