Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Hitekno.com - Konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer Bumi mencapai 405 ppm (parts per million). Kadar karbon atmosfer yang meningkat dengan peningkatan sebesar itu tak pernah terlihat selama 800 ribu tahun terakhir.
Data beberapa tahun terakhir menampilkan cuaca terpanas sehingga menampilkan pola cuaca global yang sulit diprediksi seperti El Nino.
Badai El Nino merupakan suatu badai yang menandakan perubahan iklim sedang terjadi di muka Bumi.
Badai itu lahir karena memanasnya suhu di permukaan air laut.
Baca Juga
Menurut laporan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), tahun 2017 lalu menempati tahun kedua terpanas dari data yang ada.
Peneliti membandingkan data yang telah tersimpan sejak pertengahan 1800-an.
Dilansir dari Science Mag, data yang dikumpulkan oleh para ilmuwan di dunia memaparkan sesuatu yang mengejutkan.
Data tersebut dikumpulkan oleh 524 ilmuwan yang tersebar dari berbagai negara.
Poin pertama sekaligus yang harus dijadikan perhatian warga dunia adalah selama 2016 lalu, konsentrasi CO2 meningkat 2,2 ppm.
Peningkatan tersebut tak pernah terlihat setidaknya selama 800 ribu tahun terakhir.
Beberapa tahun terakhir juga terjadi pemutihan karang. Hal itu terjadi karena ketika air laut menghangat, karang akan melepaskan ganggang yang hidup di dalam jaringan mereka.
Peristiwa itu membuat karang menjadi putih dan terkadang mengakibatkan kematian karang.
Pemanasan global juga berdampak pada lautan es Arktik. Tingkat lautan es Arktik mencapai titik terendah dalam 38 tahun terakhir.
Tahun 2017 juga menjadi tahun terpanas kedua pada sejarah suhu yang pernah terekam di lautan Arktik.
Amerika Serikat mengalami musim kebakaran ekstrem yang membakar 4 juta hektare dan menyebabkan kerusakan lebih dari 18 miliar dolar AS atau Rp 263 triliun.
Pemanasan global dapat membuat perubahan suhu yang ektrim. Beberapa wilayah akan terkena cuaca yang sangat lembab dengan curah hujan yang tinggi.
Namun beberapa wilayah akan mengalami suhu terpanas sehingga kebakaran akan meningkat.
Venezuela, Nigeria, dan India diketahui mengalami curah hujan yang di atas rata-rata sehingga menyebabkan banjir di beberapa wilayah.
Argentina, Uruguay, Spanyol, Bulgaria, dan Meksiko tercatat mengalami peningkatan suhu yang cukup tinggi.
Kadar karbon atmosfer yang meningkat seharusnya menjadi perhatian khusus bagi masyarakat internasional terutama Indonesia yang menjadi paru-paru dunia.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Perusahaan Ini Ingin Dinginkan Bumi Pakai Cara Radikal, Malah Tuai Kritik
-
Tim Peneliti NASA Berhasil Identifikasi Pola Perubahan Suhu di Jupiter
-
Ngeri, Efek Pemanasan Global Sebabkan Suhu di Daerah Ini Melesat Dibanding Belahan Bumi Lain
-
5 Lapisan Atmosfer, Lengkap Penjelasan dan Fungsinya
-
Setiap Tahun, Konsentrasi Gas Rumah Kaca di Atmosfer Indonesia Terus Naik
-
Ditemukan Planet Aneh dengan Atmosfer Berlapis Logam, Bisa Ditambang?
-
BMKG: Awan Merah di Malang dan Mojokerto Hanya Fenomena Optik Atmosfer
-
PLTN Solusi Atasi Pemanasan Global, Ini Kata BRIN
-
Ilmuwan NASA Temukan Planet Aneh dengan Atmosfer Mirip Bumi
-
Kadar Karbon Dioksida di Atmosfer Capai Jumlah Tertinggi dalam Sejarah