Sabtu, 04 Mei 2024
Agung Pratnyawan : Rabu, 06 Juni 2018 | 17:20 WIB

Hitekno.com - Anda suka menciumi bau buku baru, mendengarkan bunyi lembar-lembarnya saat dibuka, atau mendekapnya erat-erat saat menunggu membacanya? Jangan takut dituduh produk zaman old. Pakar menyatakan ini kondisi sehat, karena indera kita turut terlibat.

Dari penelitian yang dilakukan University of Arizona, Amerika Serikat, sejumlah ahli menyimpulkan bahwa telah terjadi sebuah persepsi psikologis terhadap kepemilikan buku digital atau e-book.

Professor Sabrina Helm, dari University of Arizona dan rekan-rekannya melakukan riset persepsi dan kebiasaan konsumen. Respondennya, sebagaimana dilansir jurnal Electronic Markets, berasal dari empat kelompok usia.

Yaitu satu grup dari angkatan Baby Boomers (lahir 1946 – 1964); satu grup dari Generation X (1961-1971), dan dua group produk milenial (mulai 1981 ke atas) yang dibagi menjadi sub-grup milenial pendahulu dan sub-grup siswa.

Lewat diskusi moderasi, responden diminta menyatakan kecenderungan mereka dalam memilih buku bacaan. Perlu sebuah buku yang hadir secara fisik, atau lebih suka mengandalkan e-book semata.

Hasilnya tak terduga. Meski grup milenial secara stereotip disebut-sebut selalu berpatokan kepada jargon “serba teknologi di setiap waktu”, ternyata mereka masih menggemari atau merindukan saat-saat “memeluk” buku dibandingkan terpaku menatap buku-buku non-fisik.

Buku/Pixabay

Sementara grup dengan usia di atas kelompok ini sudah bisa dipastikan: jelas-jelas merindukan fisik sebuah buku.

“Inilah yang disebut kepemilikan secara psikologis. Meskipun nilai posesif ini tidak mengarah ke ranah hukum atau hak, tetapi ada persepsi “ini barang milik saya”,” jelas Helm yang menjadi pimpinan penelitian.

Perasaan manusia terhadap kepemilikan secara psikologis didasarkan pada tiga faktor: "memiliki kesukaan atau kontrol atas obyek yang dimiliki, menggunakan obyek ini untuk mendefinisikan siapa mereka, dan apakah obyek ini membantu mereka memiliki rasa kepemilikan dalam sebuah komunitas atau masyarakat," tambah pengajar di John and Doris Norton School of Family and Consumer Sciences, College of Agriculture and Life Sciences di University of Arizona itu.

“Kepemilikan secara psikologis ini penting bagi persepsi manusia karena menjelaskan bagaimana mereka menilai produk, layanan, atau obyek,” jelasnya.

“Dalam konteks dengan produk digital, rasa kepemilikan ini tidak benar-benar muncul, karena bentuknya sebatas file di komputer, gadget, sampai Cloud. Sehingga dirasakan lebih condong sebagai konsep dibanding hal yang aktual atau benar-benar ada.”

Pernyataan ini diperkuat bahwa seluruh responden dari semua grup partisipan menyatakan rasa frustasi saat gagal melakukan pengkopian file digital ke berbagai perangkat mereka.

Lalu kenyataan bahwa e-book tidak bisa dijadikan kado buat teman, juga tidak membuka peluang untuk kegiatan tukar pinjam laiknya buku biasa, telah membuat responden merasa memiliki keterbatasan akan e-book.

Sumber Foto: Pixabay

Responden mengungkapkan betapa ada nilai emosi dalam sebuah buku biasa atau yang hadir secara fisik. Hal ini khususnya buku-buku yang dimiliki sejak masih kanak-kanak.

Secara tidak langsung, buku fisik telah mengajak indera selain penglihatan untuk ikut menikmati: seperti bau buku baru,bunyi lembaran saat dibuka, sampai bisa membubuhkan catatan atau menempelkan keterangan di buku dengan kertas berperekat.

Koleksi buku yang hadir secara fisik mampu mengidentifikasikan diri mereka kepada pihak lain, saat menilik rak buku. Sementara di e-book, hal ini tidak terjadi.

“Hasil akhirnya, buku dan e-book memang produk yang sama sekali berbeda, baik di soal nilai maupun keberadaan,” tandas Helm.

“Kalau bicara e-book, lebih kepada pengalaman layanan, dan mengarah ke kondisi fungsional semata. Sementara, seseorang merasa lebih “kaya” bila memiliki buku yang bisa dipegang dan seluruh indera terlibat di dalamnya.”

Tulisan ini sudah dimuat di Suara.com dengan judul Terkuak: Buku "Menang" Lawan e-Book.

BACA SELANJUTNYA

Peneliti Ungkap Rahasia untuk Berkomunikasi dengan Kucing, Ini Kuncinya