Hitekno.com - Anda suka menciumi bau buku baru, mendengarkan bunyi lembar-lembarnya saat dibuka, atau mendekapnya erat-erat saat menunggu membacanya? Jangan takut dituduh produk zaman old. Pakar menyatakan ini kondisi sehat, karena indera kita turut terlibat.
Dari penelitian yang dilakukan University of Arizona, Amerika Serikat, sejumlah ahli menyimpulkan bahwa telah terjadi sebuah persepsi psikologis terhadap kepemilikan buku digital atau e-book.
Professor Sabrina Helm, dari University of Arizona dan rekan-rekannya melakukan riset persepsi dan kebiasaan konsumen. Respondennya, sebagaimana dilansir jurnal Electronic Markets, berasal dari empat kelompok usia.
Yaitu satu grup dari angkatan Baby Boomers (lahir 1946 â 1964); satu grup dari Generation X (1961-1971), dan dua group produk milenial (mulai 1981 ke atas) yang dibagi menjadi sub-grup milenial pendahulu dan sub-grup siswa.
Baca Juga
Lewat diskusi moderasi, responden diminta menyatakan kecenderungan mereka dalam memilih buku bacaan. Perlu sebuah buku yang hadir secara fisik, atau lebih suka mengandalkan e-book semata.
Hasilnya tak terduga. Meski grup milenial secara stereotip disebut-sebut selalu berpatokan kepada jargon âserba teknologi di setiap waktuâ, ternyata mereka masih menggemari atau merindukan saat-saat âmemelukâ buku dibandingkan terpaku menatap buku-buku non-fisik.
Sementara grup dengan usia di atas kelompok ini sudah bisa dipastikan: jelas-jelas merindukan fisik sebuah buku.
âInilah yang disebut kepemilikan secara psikologis. Meskipun nilai posesif ini tidak mengarah ke ranah hukum atau hak, tetapi ada persepsi âini barang milik sayaâ,â jelas Helm yang menjadi pimpinan penelitian.
Perasaan manusia terhadap kepemilikan secara psikologis didasarkan pada tiga faktor: "memiliki kesukaan atau kontrol atas obyek yang dimiliki, menggunakan obyek ini untuk mendefinisikan siapa mereka, dan apakah obyek ini membantu mereka memiliki rasa kepemilikan dalam sebuah komunitas atau masyarakat," tambah pengajar di John and Doris Norton School of Family and Consumer Sciences, College of Agriculture and Life Sciences di University of Arizona itu.
âKepemilikan secara psikologis ini penting bagi persepsi manusia karena menjelaskan bagaimana mereka menilai produk, layanan, atau obyek,â jelasnya.
âDalam konteks dengan produk digital, rasa kepemilikan ini tidak benar-benar muncul, karena bentuknya sebatas file di komputer, gadget, sampai Cloud. Sehingga dirasakan lebih condong sebagai konsep dibanding hal yang aktual atau benar-benar ada.â
Pernyataan ini diperkuat bahwa seluruh responden dari semua grup partisipan menyatakan rasa frustasi saat gagal melakukan pengkopian file digital ke berbagai perangkat mereka.
Lalu kenyataan bahwa e-book tidak bisa dijadikan kado buat teman, juga tidak membuka peluang untuk kegiatan tukar pinjam laiknya buku biasa, telah membuat responden merasa memiliki keterbatasan akan e-book.
Responden mengungkapkan betapa ada nilai emosi dalam sebuah buku biasa atau yang hadir secara fisik. Hal ini khususnya buku-buku yang dimiliki sejak masih kanak-kanak.
Secara tidak langsung, buku fisik telah mengajak indera selain penglihatan untuk ikut menikmati: seperti bau buku baru,bunyi lembaran saat dibuka, sampai bisa membubuhkan catatan atau menempelkan keterangan di buku dengan kertas berperekat.
Koleksi buku yang hadir secara fisik mampu mengidentifikasikan diri mereka kepada pihak lain, saat menilik rak buku. Sementara di e-book, hal ini tidak terjadi.
âHasil akhirnya, buku dan e-book memang produk yang sama sekali berbeda, baik di soal nilai maupun keberadaan,â tandas Helm.
âKalau bicara e-book, lebih kepada pengalaman layanan, dan mengarah ke kondisi fungsional semata. Sementara, seseorang merasa lebih âkayaâ bila memiliki buku yang bisa dipegang dan seluruh indera terlibat di dalamnya.â
Tulisan ini sudah dimuat di Suara.com dengan judul Terkuak: Buku "Menang" Lawan e-Book.
Terkini
- Mitigasi Penyebaran Abu Vulkanik, Yandex Manfaatkan Model Jaringan Neural
- Canggih, Begini Inovasi Teknologi Terkini pada Honda CBR 150
- Kolaborasi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
- Pakar Mulai Percayakan Peracikan Formula Obat ke AI, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
- Ilmuwan Temukan Objek Terpanas di Alam Semesta, Bukan Matahari apalagi Planet
- Asteroid Seukuran Gedung Tiga Lantai Sempat Dekati Bumi namun Tak Usung Bahaya
- Kabar Duka, Penemu Baterai Lithium Ion Meninggal Dunia
- Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
- Rusia akan Lakukan Uji Coba Drone Selam yang Bisa Bawa Nuklir
- 3 Mitos Mengonsumsi Daging Kambing, Benarkah Bikin Darah Tinggi?
Berita Terkait
-
Pengidap Diabetes Meningkat Pesat, Kelak Berpotensi Jangkit 1,3 Miliar Jiwa
-
Nggak Nyangka, Ternyata Ini Alasan Kucing Suka sama Kardus
-
Peneliti Ungkap Rahasia untuk Berkomunikasi dengan Kucing, Ini Kuncinya
-
Pria Kembalikan Buku dari Perpustakaan Setelah 100 Tahun, Berapa Total Dendanya?
-
Anda Lebih Sering Digigit Nyamuk daripada Orang Lain? Ini Sebabnya
-
Microsoft Terbitkan Makalah Penelitan tentang AI, Mampu Ungguli Manusia?
-
Microsoft Mulai Tertarik ke Bisnis Energi, Nuklir Jadi Tujuan
-
Penelitian Ungkap Pria Lajang Berniat Gunakan ChatGPT untuk "Menipu" Calon Pasangan
-
Ilmuwan Ungkap Teori Iklim Bumi Baru, Zaman Es Terbantahkan?
-
Penelitian Kaspersky Ungkap Bagaimana Bisnis Gelap Terjadi di Darknet