Hitekno.com - Facebook dikabarkan telah menghapus postingan dan iklan politik yang dipostingkan tim kampanye Donald Trump pada Kamis (18/6/2020). Pada konten tersebut, diketahui menampilkan simbol Nazi.
Platform media sosial ini sendiri diketahui memiliki aturan ketat yang melarang konten berisi kebencian terorganisir. Terlebih untuk iklan politik yang ditampilkan di Facebook.
Langkah itu diambil Facebook setelah dikritik habis-habisan, bahkan oleh karyawannya sendiri, karena membiarkan Presiden Donald Trump menyebarkan konten berisi kebencian, yang memantik kekerasan, serta hoaks di platform media sosial tersebut.
Konten milik tim kampanye Donald Trump yang dihapus itu berisi sebuah foto segitiga merah berlis hitam, simbol yang digunakan Nazi kepada tahanan Yahudi di kamp-kamp konsentrasi di era Perang Dunia II.
Baca Juga
"Gerombolan garis kiri berbahaya menguasai jalan-jalan kita dan menyebabkan kekacauan. Mereka menghancurkan dan menjarah kota-kota kita - sungguh gila. Tolong tulis nama kamu dan dukunglah presiden kita dan keputusannya untuk mendeklarasikan ANTIFA sebagai organisasi teroris," bunyi pesan dalam iklan tersebut.
Trump dan para pendukungnya menuding Antifa sebagai pelaku penjarahan dan pemicu kerusuhan dalam demo-demo Black Lives Matter beberapa waktu belakangan, setelah kematian warga kulit hitam bernama George Floyd akibat kekejaman polisi kulit putih di Minneapolis.
Antifa sendiri, kelompok aktivis kiri yang menentang fasisme serta ideologi supremasi kulit putih di Amerika Serikat, membantah tudingan itu. Para analis berkali-kali mengatakan tak ada bukti bahwa Antifa melakukan penjarahan dan kerusuhan di AS.
Bend the Arc, organisasi aktivis Yahudi progresif di AS, adalah pihak pertama yang mengenali simbol tersebut. Organisasi itu lalu mengumbarnya di Twitter.
"Presiden Amerika Serikat berkampanye menggunakan simbol kamp konsentrasi Nazi... Trump dan RNC (Komite Nasional Partai Republik) menggunakannya untuk mencemarkan nama baik ribuan demonstran," protes Bend the Arc di Twitter, Rabu (17/6/2020).
"Menggunakan simbol itu untuk menyerang lawan politik adalah sangat keterlaluan. Tim kampanye presiden harus belajar sejarah, tidak ada alasan untuk menggunakan simbol-simbol terkait Nazi," kritik Jonathan Greenblatt, CEO Anti-Demation League, organisasi Yahudi internasional.
Itulah lankah tegas Facebook untuk menghapus iklan politik dari tim kampanye Donald Trump setelah mendapatkan protes. Terlebih dalam iklan tersebut menggunakan simbol Nazi. (Suara.com/ Liberty Jemadu).
Terkini
- Dell Technologies Hadirkan APEX Cloud Platform for Red Hat OpenShift ke Indonesia
- Garmin Run 2024 Asia Series di Indonesia, Perayaan Pecinta Lari Segala Level
- HSPNet Hadirkan Jaringan B3JS dan BDMCS dengan Kapasitas Tinggi
- Intel Dorong Pengembangan AI untuk Enterprise dengan Gaudi 3
- Dukung QRIS dan BI Fast, Bank Saqu Ikut Meramaikan JakCloth Ramadan 2024
- Melalui Transformasi Digital, PointStar Mendukung Upaya Pemerintah Mencapai Target Pertumbuhan Ekonomi 2024
- Grab Dapatkan Sertifikat Penetapan Program Kepatuhan Persaingan Usaha dari KPPU RI
- Universitas Indonesia dan Yandex Gelar Seminar AI yang Komprehensif
- Kolaborasi Huawei dan Telkomsel, Hadirkan Modem Orbit Star H2 dengan Paket Kuota FantaSix 150 GB
- Yandex, Kominfo, dan ITB Bahas Pengembangan AI yang Aman dan Beretika
Berita Terkait
-
Proyek Metaverse Telan Banyak Biaya, Induk Facebook Kehilangan Puluhan Triliun Rupiah
-
Facebook Bubuhkan Fitur Baru, Player Kini Bisa Bermain Game Sambil Video Call di Messenger
-
Jumlah Pengguna Aktif Harian Capai 2 Miliar, Facebook Terus Kembangkan AI
-
Meta Serius Mengembangkan Teknologi AI, Metaverse Tak Dilupakan
-
Dituduh Memata-matai Pengguna di AS, CEO TikTok Sindir Facebook
-
Susul Twitter, Facebook dan Instagram Hadirkan Layanan Berlangganan yang Lebih Mahal
-
Meta Siapkan Pesaing Twitter, Perang Medsos Makin Ramai
-
Tak Lagi Pisah Ranjang, Aplikasi Messenger akan Gabung Lagi dengan Facebook
-
Pengguna YouTube dan Facebook Wajib Waspada Serangan Malware Ini
-
Ini yang Perlu Kamu Tahu tentang Apa Itu Social Media Strategist